Kemenag Minta Nazhir Tak Hanya Menjaga, Tapi Kembangkan Harta Benda Wakaf

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama M Fuad Nasar mengingatkan bahwa nazhir wakaf baik perseorangan, organisasi, atau nazhir badan hukum wajib mengelola wakaf sebagai amanah umat. Sesuai regulasi, dalam jangka waktu 1 tahun sejak dibuatnya Akta Ikrar Wakaf (AIW) apabila nazhir tidak melaksanakan tugasnya maka dapat diganti.

"Tugas nazhir dalam Undang-Undang Wakaf sangat jelas, yaitu melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya,
mengawasi dan melindungi harta benda wakaf serta melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada BWI," tegas Fuad Nasar di Jakarta, Minggu (14/04).


Menurut Fuad Nasar, Nazhir wakaf yang mengabaikan tugasnya dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf dapat diganti melalui mekanisme yang diusulkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI), baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul wakif (orang yang berwakaf) atau ahli warisnya.
Fuad Nasar yang juga anggota BWI mengajak segenap jajaran Kementerian Agama yang membidangi wakaf di semua provinsi agar senantiasa memantau pengelolaan wakaf di daerahnya. Kalau ditemukan aset wakaf yang tidak dikelola sesuai peruntukannya sehingga tidak memberi manfaat untuk kesejahteraan umat, perlu dievaluasi faktor penyebabnya, apakah karena kondisi objektif harta wakafnya yang tidak bisa diproduktifkan atau nazhir yang tidak mampu mengelolanya.

“Pemerintah melalui kewenangan yang melekat pada tugas dan fungsi institusi Kementerian Agama berkepentingan untuk mengawal pelaksanaan regulasi dan mendorong optimalisasi pengelolaan wakaf sebagai aset sosial dan aset ekonomi umat. Bila dipandang perlu, nazhir wakaf dapat meminta persetujuan BWI terkait perubahan peruntukan wakaf sepanjang untuk kemaslahatan umum yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah daripada harta benda wakaf misalnya tanah hanya menjadi lahan kosong. Dalam konteks ini, salus populi suprema lex, kesejahteraan umum adalah hukum yang tertinggi,” jelas Fuad Nasar.

Kementerian Agama bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) terus berupaya memperkuat ekosistem perwakafan. Potensi wakaf diharapkan menjadi salah satu sektor primadona dalam geliat perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di tanah air.

Hal itu, kata Fuad, seiring dengan dukungan lintas kementerian/lembaga dalam pengembangan wakaf, seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan para penggiat wakaf di berbagai lini.

"Saat ini sosialisasi wakaf tunai melalui instrumen sukuk (surat berharga syariah negara), wakaf saham, asuransi, dan sebagainya dilakukan dengan men-adress kaum muda dan kelas menengah perkotaan. Sektor wakaf memiliki peluang untuk diakomodir menjadi program nasional dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) yang diusulkan Kementerian Agama. Konsekuensinya adalah pengelolaan wakaf harus memenuhi standar tata kelola yang baik," tuturnya.

"Ketentuan perundang-undangan tentang wakaf yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan peraturan pelaksananya bertujuan untuk memberi perlindungan dan kepastian hukum terhadap harta benda wakaf serta mendorong pengelolaan wakaf secara produktif untuk kesejahteraan masyarakat," tandasnya.

sumber: bimasislam.kemenag.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox

@kuabaturiti